DISKUSI KONSULTATIF TAPM GUNUNGKIDUL DAN BUMDESMA ARGA GEMILANG: MENATA ULANG MANAJEMEN PASCA TRANSFORMASI

 Wonosari, 4 November 2025 — Tim Ahli Pemberdayaan Masyarakat (TAPM) Kabupaten Gunungkidul bersama jajaran pengurus BUMDesma Arga Gemilang Wonosari-LKD menggelar diskusi interaktif membahas berbagai persoalan yang muncul pasca transformasi Unit Pengelola Kegiatan (UPK) eks PNPM menjadi Badan Usaha Milik Desa Bersama (BUMDesma). Kegiatan ini berlangsung di aula sekretariat BUMDesma dan dihadiri oleh unsur penasihat, pengawas, pelaksana operasional, serta manajer unit usaha, dengan kehadiran seluruh lurah se-Kecamatan Wonosari sebagai anggota kalurahan pemilik BUMDesma.

Suasana diskusi konsultatif TAPM Gunungkidul dengan pengurus dan para lurah se-Kecamatan Wonosari di aula sekretariat BUMDesma Arga Gemilang tanggal 4 Nopember 2025. Dari Kanan Drs. Suharyanto, MM (Direktur BUMDesma Arga Gemilang Wonosari-Lkd), Drs. Bambang Setiawan (Lurah Kepek/Ketua Penasihat) dan ki-Slamet, S.Pd., SH (TAPM Gunungkidul)


Forum diskusi ini dipandu langsung oleh Direktur BUMDesma Arga Gemilang, Drs. Suharyanto, MM, didampingi oleh Ketua Penasihat Drs. Bambang Setiawan, yang juga Lurah Kalurahan Kepek. Dalam sambutannya, keduanya menegaskan pentingnya forum semacam ini untuk menemukan solusi bersama atas berbagai tantangan pascatransformasi kelembagaan.

“Kita perlu satu persepsi bahwa BUMDesma bukan lagi sekadar lembaga pengelola dana sosial, melainkan wadah kolaborasi ekonomi antar-desa yang harus dikelola secara profesional dan akuntabel,” ujar Drs. Bambang Setiawan.

 

Transformasi Kelembagaan Harus Diikuti Perubahan Manajerial

Dalam forum tersebut, TAPM menegaskan bahwa banyak BUMDesma-LKD di Gunungkidul masih berfokus pada penyesuaian administratif, namun belum melakukan transformasi manajerial dan orientasi bisnis yang sebenarnya. “Transformasi kelembagaan bukan hanya mengganti nama dari UPK ke BUMDesma, tetapi bagaimana lembaga ini berubah menjadi korporasi sosial desa yang efisien, mandiri, dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat antar-desa dan banyak BUMDesma-Lkd pasca transformasi yang mengalami berbagai hambatan,” jelas ki-Slamet TAPM Gunungkidul.

 

Kendala Penagihan dan Akumulasi Pinjaman Macet

Dalam sesi diskusi teknis, Manajer Unit Usaha Jasa Keuangan Syarif memaparkan kondisi riil lapangan terkait sulitnya penagihan pinjaman masyarakat. Menurutnya, kendala utama bukan hanya faktor ekonomi, tetapi juga karakter sebagian peminjam yang kurang memiliki tanggung jawab moral untuk mengembalikan pinjaman.

“Sebagian nasabah masih menganggap dana bergulir sebagai bantuan sosial, bukan pinjaman produktif. Padahal dana itu milik bersama dan harus diputar kembali untuk masyarakat lain,” jelas Syarif.

Ia menambahkan bahwa tingginya jumlah tunggakan bukan sepenuhnya disebabkan oleh kinerja BUMDesma saat ini, melainkan merupakan akumulasi sejak masa awal berdirinya UPK PNPM. Sejumlah pinjaman lama yang tidak tertagih kini terbawa ke laporan keuangan BUMDesma-LKD, sehingga terlihat seolah-olah jumlah kredit macet cukup besar.

 

Ketergantungan pada Laba Dana Bergulir Masih Tinggi

Hasil evaluasi menunjukkan bahwa lebih dari 80% pendapatan BUMDesma-LKD masih bersumber dari jasa keuangan dana bergulir masyarakat. Unit usaha lain seperti perdagangan, logistik, atau pengolahan hasil bumi belum memberikan kontribusi berarti. Kondisi ini membuat BUMDesma sulit mengembangkan unit usaha produktif baru karena seluruh sumber daya terserap pada operasional lembaga.

 

Struktur Organisasi dan Efisiensi Manajemen

BUMDesma kini memiliki struktur yang lebih lengkap: penasihat, direktur, pengawas, dan staf operasional. Namun, peningkatan struktur belum diikuti dengan peningkatan produktivitas. TAPM mengingatkan pentingnya penerapan rasio efisiensi kelembagaan, antara lain: a) Biaya operasional maksimal 60% dari total pendapatan; b) Gaji dan tunjangan maksimal 25% dari total pendapatan; dan c) Laba bersih minimal 15% dari pendapatan tahunan.

“Setiap pengeluaran harus dikaitkan langsung dengan hasil usaha. Jika biaya operasional lebih besar dari pendapatan, lembaga akan stagnan dan tidak mampu berkembang,” tambah TAPM.

 

Keterbatasan SDM dan Minimnya Inovasi

Sebagian besar pengurus BUMDesma berasal dari pengelola UPK lama yang terbiasa dengan pendekatan sosial, bukan bisnis. Minimnya pelatihan pascatransformasi membuat kemampuan inovasi masih terbatas. Untuk menjawab hal ini, TAPM mendorong pelatihan manajemen usaha, digital marketing, serta penyusunan Business Plan Unit Usaha Produktif berbasis potensi lokal.

 

Sinergi Antar Desa Jadi Kunci

BUMDesma Arga Gemilang diharapkan dapat berperan sebagai holding ekonomi antar-desa dengan mendorong kolaborasi usaha antara desa-desa anggota. Namun hingga kini, koordinasi antar kalurahan masih lemah dan perlu diperkuat melalui forum ekonomi desa bersama serta sistem pemasaran kolektif.

 

Rencana Aksi Penguatan 2025–2027

Dalam diskusi juga dipaparkan Roadmap Penguatan BUMDesma-LKD Kabupaten Gunungkidul 2025–2027, dengan tiga fokus utama yaitu: a) Konsolidasi dan Penataan Dasar (2025) – penyesuaian AD/ART, SOP, dan struktur organisasi yang efisien; b) Diversifikasi Usaha Produktif (2026) – pengembangan unit baru di bidang perdagangan, pertanian, dan digitalisasi layanan; dan c) Ekspansi dan Kemandirian (2027) – menjadikan BUMDesma sebagai pusat ekonomi antar-desa dan lembaga yang mandiri secara finansial. Fokus pada tiga tahapan ini dipilih karena menggambarkan proses bertahap yang realistis dimulai dari penataan dasar kelembagaan agar fondasi hukum dan tata kelola kuat, kemudian berlanjut pada pengembangan usaha produktif untuk memperluas sumber pendapatan, dan akhirnya mencapai kemandirian finansial yang memungkinkan BUMDesma menjadi motor ekonomi antar-desa secara berkelanjutan.

 

Harapan ke Depan: BUMDesma yang Berdaya Saing dan Adaptif

Menutup diskusi, TAPM dan para lurah anggota menyampaikan harapan besar agar BUMDesma Arga Gemilang mampu tumbuh menjadi lembaga ekonomi desa yang tangguh dan bersaing dengan lembaga jasa keuangan lainnya. Kunci untuk membangun eksistensi BUMDesma ke depan antara lain kemampuan beradaptasi terhadap setiap perubahan kebijakan dan dinamika ekonomi, efisiensi dalam pengelolaan sumber daya, baik SDM maupun modal, dan menjaga kepercayaan masyarakat dan kalurahan anggota, serta memastikan transparansi tata kelola.

Selain itu, BUMDesma juga diharapkan tidak terpaku pada sektor jasa keuangan semata, melainkan berani merambah ke sektor-sektor lain seperti properti, pembiayaan usaha, jasa layanan publik, hingga industri manufaktur skala desa. Dengan inovasi dan strategi diversifikasi yang tepat, BUMDesma Arga Gemilang diharapkan menjadi contoh nyata transformasi ekonomi antar-desa yang mandiri, modern, dan berkelanjutan di Kabupaten Gunungkidul. (ki-slamet)

Posting Komentar

0 Komentar