Tanjungsari,
5 November 2025 — Tim
Ahli Pemberdayaan Masyarakat (TAPM) Kabupaten Gunungkidul melakukan diskusi pendampingan dengan jajaran
pengurus BUMDesma Asri Tanjungsari-LKD
dalam rangka mengidentifikasi berbagai permasalahan dan perkembangan usaha
pasca transformasi dari Unit Pengelola Kegiatan (UPK) eks PNPM menjadi
BUMDesma.
Kegiatan ini dilaksanakan di sekretariat BUMDesma Asri Tanjungsari dan dihadiri
oleh Direktur Suyanto, S.Pd., Manajer
Dana Bergulir Masyarakat (DBM) Triyanto, S.E., Kepala Bagian Keuangan DBM Andar
Sunardi, S.Pd.I serta TAPM Gunungkidul, Ki Slamet.
Diskusi pendampingan ini menjadi forum penting untuk mengevaluasi kinerja kelembagaan dan kondisi usaha BUMDesma setelah tiga tahun proses transformasi berjalan. Dari hasil pertemuan terdapat beberapa permasalahan utama yang kini dihadapi BUMDesma Asri Tanjungsari, sebagaimana dijelaskan oleh Direktur BUMDesma Suyanto, S.Pd. yang dibenarkan oleh Manajer DBM Triyanto, SE.
"Permasalahan BUMDesma Asri Tanjungsari-Lkd pasca transformasi antara lain: a) Kenaikan biaya operasional, baik untuk gaji pengurus maupun kebutuhan kantor; b) Peningkatan tunggakan pinjaman dari kelompok sejak berdirinya UPK PNPM; c) Menurunnya potensi pendapatan; dan d) Sulitnya menjaring kelompok Simpan Pinjam Perempuan (SPP) baru akibat menurunnya minat masyarakat terhadap pinjaman produktif. Tunggakan nampak begitu besar karena akumulasi sejak awal pendirian UPK PNPM Mandiri Pedesaan," katanya.
TAPM Gunungkidul menilai bahwa kondisi tersebut merupakan tantangan yang wajar pada masa transisi, ketika lembaga beradaptasi dari pola kerja sosial menuju pengelolaan usaha berbasis korporasi desa.
“Transformasi BUMDesma bukan sekedar perubahan nama, tapi juga perubahan cara berpikir. Agar bertahan, lembaga harus efisien, kreatif, dan mampu menciptakan peluang usaha baru,” ujar Ki Slamet dari TAPM Gunungkidul.
Strategi Penyelesaian Permasalahan BUMDesma-LKD
Sebagai bagian dari proses
pendampingan, TAPM memberikan beberapa strategi
praktis untuk menata kembali pengelolaan BUMDesma Asri Tanjungsari agar
lebih sehat dan produktif. Langkah-langkah yang disarankan antara lain: a) Menata ulang struktur organisasi dan beban
biaya, agar gaji dan operasional disesuaikan dengan kemampuan pendapatan
lembaga; b) Meningkatkan intensitas
penagihan dan restrukturisasi pinjaman, termasuk melakukan verifikasi
lapangan terhadap debitur lama yang menunggak; c) Membangun sistem pelaporan keuangan yang transparan dan terpisah antar
unit usaha, agar dapat diketahui tingkat efisiensi dan profitabilitas
masing-masing unit; d) Mengaktifkan
kembali pelatihan dan pembinaan kelompok SPP, dengan pendekatan
pemberdayaan dan literasi keuangan bagi perempuan desa; dan e) Diversifikasi sumber pendapatan dengan
membuka unit usaha baru di sektor potensial lokal seperti perdagangan, wisata,
dan penyediaan sarana produksi.
Pendekatan tersebut diharapkan
menjadi langkah awal untuk menekan biaya operasional, menurunkan tingkat
tunggakan, dan memperluas basis usaha sehingga BUMDesma dapat kembali tumbuh
secara berkelanjutan.
Kondisi Pinjaman Macet dan Mekanisme
Penyelesaiannya
Dari hasil
diskusi juga terungkap bahwa sebagian tunggakan
pinjaman yang membebani neraca BUMDesma Asri Tanjungsari merupakan warisan sejak masa program PNPM Mandiri
Perdesaan tahun 2002. Hingga kini, belum pernah dilakukan proses hapus buku maupun hapus pinjaman,
sehingga seluruh saldo piutang lama masih tercatat dalam laporan keuangan
lembaga. Kondisi tersebut menyebabkan nilai piutang terlihat tinggi, padahal
sebagian besar pinjaman lama sudah tidak tertagih secara realistis karena
berbagai faktor seperti debitur (anggota SPP) telah meninggal dunia atau pindah
domisili, usaha penerima pinjaman sudah tidak berjalan, kelompok penerima tidak
aktif lagi, atau tidak ada dokumen administrasi lengkap untuk penagihan.
Sebagai
langkah penyelesaian, TAPM Gunungkidul
menjelaskan perlunya kebijakan “hapus buku” dan “hapus pinjaman” sesuai
dengan prinsip akuntabilitas keuangan dana bergulir masyarakat. Pada berbagai
lembaga jasa keuangan banyak yang melakukan kebijakan hapus buku dan hapus
pinjaman sesuai dengan ketentuan anggaran dasar dan ketentuan teknis lain yang
dibuat oleh lembaga. Mungkin praktik pada lembaga jasa keuangan ini bisa
dipertimbangkan. Adapun cara dan ketentuan yang telah dipraktikan lembaga jasa
keuangan secara singkat dapat dijelaskan.
Pertama,
hapus buku (write-off accounting).
Kebijakan ini dilakukan apabila pinjaman
macet sudah tidak tertagih lebih dari 3 tahun dan telah melalui proses
penagihan serta klarifikasi lapangan. Hapus
buku tidak menghapus hak tagih, artinya pinjaman tetap dapat ditagih
bila di kemudian hari debitur diketahui mampu membayar. Tujuannya adalah membersihkan laporan keuangan agar
lebih realistis dan mencerminkan kondisi riil aset lembaga.
Kedua, hapus pinjaman (write-off permanent).
Kebijakan ini dapat
dilakukan setelah proses hapus buku
minimal 2 tahun, dengan pertimbangan bahwa peluang penagihan benar-benar
tidak ada. Prosesnya harus disertai berita
acara dan keputusan bersama antara pengurus BUMDesma, penasihat, dan
forum musyawarah antar-kalurahan. Penghapusan pinjaman bersifat final, dan dicatat sebagai kerugian
lembaga yang diakui secara sah.
Ketiga, syarat pendukung harus jelas dan teruji
kebenarannya. Setiap penghapusan wajib
dilengkapi berkas pendukung
seperti daftar debitur, surat keterangan dari kalurahan asal debitur, dan hasil
verifikasi lapangan. Proses hapus buku maupun hapus pinjaman harus disahkan
melalui musyawarah antar desa anggota
BUMDesma-LKD untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas publik.
Melalui
langkah ini, BUMDesma Asri Tanjungsari diharapkan dapat menyajikan laporan keuangan yang lebih sehat dan akurat, sekaligus
membuka ruang bagi perencanaan pengembangan usaha baru yang lebih rasional dan
berkelanjutan.
Potensi Ekonomi Wilayah: Antara Laut, Alam,
dan Pertanian
BUMDesma Asri Tanjungsari
menaungi lima kalurahan di wilayah
Kapanewon Tanjungsari, yang dikenal memiliki kekayaan sumber daya alam
dan potensi ekonomi yang besar.
Beberapa sektor yang berpotensi dikembangkan antara lain pariwisata alam dan laut, terutama
destinasi wisata pantai yang banyak tersebar di wilayah Tanjungsari, toko ritel dan perdagangan kebutuhan
masyarakat, penyediaan sarana
produksi pertanian dan peternakan, serta pembiayaan untuk pembelian barang atau modal usaha kecil. Potensi
tersebut diharapkan menjadi arah pengembangan unit usaha baru agar BUMDesma
tidak hanya bergantung pada jasa keuangan semata.
Dalam diskusi juga dipahami bahwa
perlu strategi konkret untuk mengelola
potensi ekonomi desa secara lebih produktif dan berorientasi bisnis. Beberapa
langkah yang diusulkan antara lain: a) Pemetaan
potensi ekonomi tiap kalurahan anggota, untuk menemukan sektor unggulan
yang dapat dikembangkan bersama di bawah koordinasi BUMDesma; b) Kemitraan dengan pelaku usaha dan lembaga
pendukung, seperti koperasi, UMKM lokal, dan investor swasta yang
berorientasi social; c) Membangun
jaringan distribusi dan pemasaran bersama antar-desa, guna memperkuat
posisi tawar produk local; d) Mendorong
kolaborasi lintas sektor, misalnya mengaitkan potensi wisata dengan
perdagangan, kuliner, dan produk hasil bumi local; dan e) Penguatan kapasitas SDM lokal melalui pelatihan
kewirausahaan, literasi digital, dan manajemen bisnis desa. TAPM menekankan
bahwa pengelolaan potensi ekonomi lokal harus dijalankan dengan prinsip kolaboratif, adaptif, dan berkelanjutan,
sehingga BUMDesma menjadi pusat pertumbuhan ekonomi antar-desa, bukan sekadar
lembaga penyalur pinjaman.
Selain itu,
pengelolaan potensi ekonomi ini memerlukan
dukungan aktif dari pemerintah daerah dan pemerintah desa. Pemerintah
diharapkan menyediakan kebijakan dan fasilitasi yang berpihak pada penguatan
ekonomi desa, seperti pendampingan
usaha, akses permodalan, kemudahan perizinan, dan promosi produk unggulan desa.
Sementara pemerintah desa perlu menjadi bagian dari ekosistem BUMDesma,
mendukung kegiatan usaha melalui sinergi
program desa dan penguatan peran kalurahan anggota agar manfaat ekonomi
dapat dirasakan lebih luas oleh masyarakat.
Aktivitas Pengelolaan DBM: Pencairan Pinjaman
SPP untuk Dua Kelompok
Sebagai tindak lanjut kegiatan
operasional, pada hari yang sama dilakukan pencairan pinjaman Simpan Pinjam Perempuan (SPP) bagi dua kelompok baru dengan total 15 anggota. Program SPP ini masih
menjadi andalan BUMDesma Asri Tanjungsari dalam mendorong permodalan usaha
mikro perempuan di pedesaan. Salah satu anggota kelompok penerima dari PKK
Mojosari, Sri Utami menyampaikan
testimoni positif tentang manfaat keberadaan BUMDesma di kalangannya. Sri Utami
merupakan pengrajin anyaman rotan dan
enceng gondok yang telah mempekerjakan 10 karyawan dan mampu
mempekerjakan mitra rumahan sampai 300 orang dari lintas kelompok SPP. Usaha
kerajinannya bahkan telah menembus
pasar ekspor ke mancanegara, menjadi contoh nyata keberhasilan ekonomi
desa yang tumbuh bersama dukungan pembiayaan dari BUMDesma. Dukungan modal dari
BUMDesma Asri Tanjungsari ini sangat bermanfaat untuk pengembangan usahanya.
“BUMDesma Asri Tanjungsari sangat membantu kami. Pinjaman modalnya membuat usaha tetap berjalan, bahkan bisa membuka lapangan kerja baru. Selain itu, BUMDesma juga sering memberi dukungan sosial bagi kegiatan masyarakat, terutama untuk keluarga miskin” ujar Sri Utami.
Melalui pendampingan ini, TAPM dan jajaran pengurus BUMDesma Asri Tanjungsari bersepakat untuk memperkuat arah pengelolaan usaha yang lebih efisien, adaptif, dan berbasis potensi lokal. Karena kompetisi kian berat, BUMDesma harus menata diri sehingga mampu bersaing dengan lembaga keuangan lain dan memperluas bidang usaha ke sektor-sektor strategis seperti properti desa, pembiayaan produktif, jasa layanan usaha, hingga industri manufaktur kecil.
“Kunci keberhasilan BUMDesma adalah kemampuan beradaptasi terhadap perubahan, efisiensi dalam mengelola sumber daya, dan menjaga kepercayaan masyarakat,” tutup Ki Slamet dalam pertemuan tersebut.


0 Komentar